Wah! DPR-RI Sidang Online Bahas “Omnibus Law”

Nasional23 views

Wartasulsel.net,_Sidang DPR mengenai pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Cilaka) pada Senin, 20 April 2020 yang dilakukan secara daring atau online membuktikan kekhawatiran publik, yaitu rakyat kehilangan akses dan tidak bisa berpartisipasi. Hilangnya partisipasi publik berimplikasi serius yaitu tidak sahnya sidang-sidang yang berlangsung, sehingga dokumen apapun yang dihasilkan dalam proses tersebut juga menjadi tidak sah.

Aliansi masyarakat sipil dalam Fraksi Rakyat Indonesia/FRI menemukan beberapa modus sidang online melalui aplikasi Zoom yang katanya terbuka yaitu 1) warga dikeluarkan dari ruang online setelah menyampaikan aspirasi yang berbeda, 2) ruang online dikunci sehingga publik tidak bisa masuk meskipun sudah mencoba berkali-kali. Kondisi serupa juga dialami beberapa jurnalis yaitu dikeluarkan dari ruang online.

Daeng Manye

Atas kondisi tersebut, tidak mengherankan jika publik dihambat maupun dibatasi untuk mendengarkan sidang DPR. Apalagi, dalam sidang tersebut, seorang anggota DPR sempat mengatakan “jangan sampai dokumen yang kita bahas tersebar keluar, nanti menjadi perdebatan yang tidak perlu”.

“Artinya rakyat tidak diharapkan untuk mengikuti proses pembahasan RUU yang akan menimpa mereka. Hal ini menunjukkan partisipasi publik hanya menjadi formalitas seperti pernyataan anggota DPR lainnya yaitu “masukan kita dengar tapi tidak harus semua diakomodir” yang terdengar saat sidang berlangsung,” ujar Asep Komarudin dari Greenpeace, salah satu lembaga yang tergabung dalam FRI.

Tommy Indriadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkapkan dia dikeluarkan dari ruang online saat mengikuti sidang DPR melalui aplikasi Zoom. Bahkan, admin (host) sidang online DPR tersebut kemudian memblokirnya sehingga tidak dapat kembali masuk ruang online. “Apabila perlakuan DPR kepada publik tersebut disamakan dengan sidang di DPR/offline maka sama artinya DPR menutup pintu sidang dan/atau mengeluarkan masyarakat dari ruang sidang yang diketahui memiliki suara dan pandangan berbeda dengan apa yang sedang dibahas,” ujarnya.

Penghilangan partisipasi publik secara sengaja dalam pembahasan Omnibus Law RUU Cilaka tersebut jelas melanggar Pasal 96 UU 12/2011. Di dalam Pasal 96 ayat (1) UU 12/2011 diatur bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, Pasal 96 ayat (4) UU 12/2011 menyatakan setiap RUU harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Di dalam kondisi krisis pandemi Covid-19, DPR juga belum memiliki protokol untuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan fungsi-fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran mengingat keterbatasan mobilitas publik.
Sementara itu, pemerhati masalah Indonesia, Stefi V Farrah di Jakarta mengatakan, siaran pers yang dikeluarkan sejumlah civil society mengatasnamakan Fraksi Rakyat Indonesia menunjukkan mereka tidak memantau secara seksama perkembangan RUU Omnibus Law di DPR RI.

“Artinya Fraksi Rakyat Indonesia kurang komprehensif melihat situasi yang berkembang, karena walaupun dilakukan secara virtual pembahasan RUU Omnibus Law dapat diakses masyarakat melalui pemberitaan media massa online dan media massa lainnya,” ujarnya seraya menambahkan perkembangan terakhir RUU Omnibus Law di DPR RI masih membahas rencana Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pembahasan RUU tentang Cipta Kerja per cluster. “Dalam RDPU nantinya, semua elemen civil society juga akan diundang oleh DPR RI, jadi untuk apa ditolak RUU Omnibus Law,”jelasnya (Red)