Wartasulsel.net || Dalam dunia pendidikan tinggi, peningkatan mutu program studi adalah tujuan yang terus dikejar. Salah satu syarat penting dalam upaya ini adalah pemutakhiran kurikulum. Namun, muncul paradoks menarik ketika upaya pemutakhiran kurikulum menyebabkan berbagai kendala, termasuk potensi bengkaknya kurikulum dan risiko menghilangkan mata kuliah inti. Paradoks ini mengajukan pertanyaan kritis tentang bagaimana melahirkan kurikulum yang mutakhir tanpa mengorbankan esensi inti program studi.
Revisi kurikulum adalah langkah yang tidak bisa dihindari dalam menjaga relevansi program studi dengan perkembangan pengetahuan dan tuntutan industri. Namun, pemutakhiran kurikulum bukanlah tugas sederhana. Kurikulum menjadi semakin kompleks seiring waktu karena adanya penemuan-penemuan baru dan perubahan paradigma dalam disiplin ilmu tertentu. Hal ini sering kali menyebabkan bengkaknya kurikulum, di mana mata kuliah baru ditambahkan tanpa menghilangkan mata kuliah lama. Paradoks ini dapat menghasilkan kurikulum yang terlalu padat, menyebabkan tekanan waktu yang berlebihan bagi mahasiswa dan dosen.
Namun, menghapus mata kuliah yang sudah ada juga bukanlah pilihan yang mudah. Mata kuliah yang telah menjadi bagian integral dari program studi sering kali merupakan inti dari identitas program tersebut. Menghapus mata kuliah ini bisa menyebabkan perubahan mendasar pada program studi, dan dalam beberapa kasus, dapat mengurangi kualitas pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa. Misalnya, dalam program studi yang berfokus pada ilmu sosial, menghapus mata kuliah yang membahas dasar-dasar teori sosial akan merusak dasar pengetahuan mahasiswa dalam bidang tersebut.
Pemutakhiran kurikulum juga memiliki potensi kontraproduktif. Sementara tujuannya adalah untuk menjaga keterkiniannya, pemutakhiran yang tidak terkoordinasi atau berlebihan dapat menyebabkan kekacauan. Mahasiswa mungkin menghadapi kesulitan dalam mengikuti perubahan yang terlalu cepat, sementara dosen harus terus-menerus menyesuaikan materi pengajaran mereka. Terlalu sering melakukan perubahan pada kurikulum juga bisa merusak kontinuitas dan konsistensi dalam pembelajaran.
Dalam mengatasi paradoks ini, diperlukan pendekatan yang cermat dan seimbang. Pertama-tama, pengembangan kurikulum harus didasarkan pada analisis mendalam tentang kebutuhan dan harapan industri serta perkembangan ilmu pengetahuan. Fokus harus diberikan pada kompetensi yang penting bagi lulusan program studi tersebut. Selanjutnya, penting untuk mempertimbangkan pendekatan terintegrasi dalam pengembangan kurikulum, di mana mata kuliah yang saling berkaitan dapat digabungkan atau diintegrasikan untuk mengurangi redundansi dan memungkinkan lebih banyak ruang bagi materi yang aktual.
Pemutakhiran kurikulum juga perlu dipandu oleh prinsip kritis dalam mempertimbangkan setiap perubahan. Pihak pengambil keputusan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap mata kuliah yang dihapus atau ditambahkan. Sebuah evaluasi menyeluruh harus dilakukan untuk memastikan bahwa mata kuliah yang tidak lagi relevan atau berkontribusi pada pencapaian kompetensi telah diidentifikasi dengan benar.
Kolaborasi internal dan eksternal juga akan memainkan peran penting dalam proses pemutakhiran kurikulum. Mendengarkan masukan dari mahasiswa, dosen, serta pelaku industri dan pakar di bidang terkait akan membantu memastikan bahwa pemutakhiran yang dilakukan tidak hanya memenuhi kebutuhan akademis tetapi juga tuntutan dunia kerja.
Akhirnya, fleksibilitas menjadi kunci dalam mengatasi paradoks ini. Pemutakhiran kurikulum seharusnya bukanlah tindakan yang kaku dan terburu-buru. Sebaliknya, kurikulum harus bisa beradaptasi dengan perubahan yang diperlukan, sambil tetap mempertahankan esensi dan identitas program studi. Pendekatan iteratif, di mana perubahan-perubahan kecil dievaluasi secara teratur, dapat membantu meminimalkan risiko kontraproduktif.
Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, paradoks pemutakhiran kurikulum menjadi tantangan kritis dalam upaya peningkatan mutu program studi. Dalam menghadapinya, diperlukan pendekatan yang bijak, berimbang, dan terinformasi untuk memastikan bahwa kurikulum yang diberikan kepada mahasiswa tetap relevan, berkualitas, dan mampu mempersiapkan mereka untuk masa depan yang dinamis.
(Oleh:
Syahiduz Zaman)