Pro-Kontra Terkait Wacana Tax Amnesty Jilid II

Opini9 views

Oleh : Bayu Wauran

Wacana terkait Tax Amnesty Jilid II telah dimunculkan ke publik oleh Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto pada 19 Mei 2021. Menurut Benny Soetrisno (Waketum KADIN Indonesia Bidang Perdagangan), wacana tersebut muncul untuk memperluas jangkauan pembayar pajak yang saat ini masih sangat minim.
Tax Amnesty Jilid II (2022) merujuk pada Tax Amnesty Jilid I (2016) yang merujuk pada UU No.1/2016 tentang Pengampunan Pajak. Total penerimaan Tax Amnesty Jilid I yang masuk ke kas negara sebesar Rp 135 triliun, yang terdiri dari Rp 114 triliun uang tebusan, Rp 18,6 triliun pembayaran tunggakan, dan Rp 1,75 triliun pembayaran bukti permulaan.
Target pemerintah dalam penerimaan Tax Amnesty adalah sebesar Rp 4.000 triliun dana deklarasi dalam dan luar negeri, Rp. 1.000 triliun dana repatriasi, dan Rp 165 triliun uang tebusan. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan atau denda dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Pembayaran uang tebusan dan pelaporan harta mencakup PPh, PPN, dan PPNBM.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan bahwa tidak baik memberikan pengampunan pajak terlalu sering, karena cenderung akan membuat orang wajib pajak untuk menyembunyikan informasi yang sebenarnya dan menunda pembayaran pajak, sehingga penerimaan pajak negara berpotensi menurun.
Sementara itu, Ajib Hamdani yang juga Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menyampaikan Tax Amnesty bisa menjadi salah satu jalan aliran likuiditas perputaran ekonomi, apalagi di tengah upaya rebound dengan lebih cepat pasca pandemi Covid-19.
Ketua DPP Media Independen Online Indonesia, Hadi Purwanto menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Tax Amnesty Jilid II, karena dana akan tersedia untuk membantu rakyat yang terdampak Covid-19 dan bantuan usaha kalangan menengah ke bawah, selain untuk membantu biaya sarana dan prasarana pemerintahan.
Sedangkan, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Nasdem, Fauzi H Amro menilai kebijakan tersebut hanya memanjakan para pengusaha dan sebaiknya tidak perlu diteruskan, apalagi saat APBN sedang mengalami defisit karena pandemi. Hal senada dikemukakan Anis Byarwati yang juga Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS mengatakan sejumlah penelitian empiris menunjukkan kebijakan tax amnesty tidak akan berpengaruh besar terhadap rasio pajak, sehingga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.
Menurut penulis, wacana terkait Tax Amnesty Jilid II merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh oleh pemerintah dalam meningkatkan pendapatan kas negara. Namun, kebijakan tersebut akan menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak. Salah satunya untuk menyudutkan pemerintah yang terkesan tidak tegas dalam memburu mafia-mafia wajib pajak serta hanya mendukung pengusaha-pengusaha kelas atas.
Mengacu pada kondisi perekonomian saat ini yang masih terdampak pandemi Covid-19, pendapatan yang akan diterima dari Tax Amnesty Jilid II sepertinya tidak akan optimal, diperkirakan kurang dari 40%. Mengingat pada Tax Amnesty Jilid I dimana kondisi yang berbeda dari saat ini, pendapatan yang diterima negara masih belum memenuhi target, yaitu hanya teralisasi 81,81% atau Rp 135 triliun dari target Rp 165 triliun. Sedangkan target penarikan dana luar negeri sebesar Rp 1.000 triliun, realisasinya hanya 14,7% atau senilai Rp 147 triliun.
Selain dengan pengampunan pajak, ada beberapa cara lain untuk meningkatkan pendapatan kas negara, seperti mengenakan pajak terhadap bisnis daring/online atau dengan menurunkan besaran nilai pajak penghasilan (PPh) per orangan maupun badan, pajak pertambahan nilai (PPN) barang/jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) secara bertahap untuk mendorong pembayaran pajak bagi pihak-pihak yang selama ini menghindari pembayaran pajak.
Dampak yang ditimbulkan dari wacana Tax Amnesty Jilid II di tengah kondisi perekonomian yang sedang defisit menimbulkan dua perspektif yang saling kontradiktif. Disatu sisi pendapatan kas negara dibutuhkan untuk mendorong pekenomomian nasional, sedangkan disisi lain pemberian pengampunan pajak hanya akan menguntungkan bagi pihak-pihak yang berusaha menghindari wajib pajak. Pemerintah harus menyiapkan cara lain untuk meningkatkan pendapatan kas negara selain dengan memunculkan wacana Tax Amnesty Jilid II.
Penulis berpendapat tax amnesty jangan sampai menguntungkan sekelompok pengusaha dan wajib pajak yang nakal, sehingga merugikan negara di kemudian hari. Jangan sampai tax amnesty menjadi “skandal BLBI” di era Jokowi.
*Penulis adalah jurnalis.