Wartasulsel.net, – Jakarta. Jelang rilis kinerja perdagangan luar negeri yang akan dilaksanakan siang nanti, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan kinerja ekspor – impor Indonesia pada Agustus 2018 kembali defisit. Ditaksir angka defisit mencapai USD1,1 miliar – USD1,5 miliar.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan defisit yang terjadi pada Agustus tersebut lebih dominan disebabkan oleh dampak negatif dari perang dagang. Menurutnya tensi kebijakan perdagangan antara pemerintah Amerika Serikat dan China serta negara-negara lain membuat Indonesia terimbas.
Salah satu indikatornya adalah ekspor CPO (crude palm oil) terjun bebas akibat dihantam tarif 54 persen bea masuk oleh India. Kemudian ekspor manufaktur bergerak lambat karena permintaan global khususnya dari negara tujuan ekspor utama belum pulih.
“Jika permintaan turun, maka harga ekspor pun ikut turun. Ini terlihat dari harga agregat ekspor produk non migas pada bulan Juli yang anjlok -2,2% (yoy / year on year / secara tahunan),” kata Bhima , Senin (17/9/2018).
Khusus imbas terkait perang dagang antara China dan AS, kata Bhima, Indonesia makin digilas oleh China. Sebab negeri Tirai Bambu ini terus melempar ekses produksinya ke Indonesia, paska produknya dihambat masuk AS. Total impor dari China ke Indonesia naik 32 persen periode Januari hingga Juli 2018.
Secara nilai, impor China ke Indonesia dalam kurun waktu tersebut mencapai USD24,8 miliar atau sekitar 27,3 persen dari total impor non migas. Sebagai pasar yang besar di Asean dengan 260 juta penduduk, Indonesia adalah sasaran empuk dari eksportir negara lain.
Disisi lain, harga minyak mentah dunia terus bergerak naik sementara pelemahan kurs rupiah membuat impor migas akan terus melebar. Periode Januari – Juli defisit migasnya tembus USD6,6 miliar. Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu USD4,6 miliar. Bhina berharap agar hal ini dapat dijadikab perhatian pemerintah untuk memaksimalkan usahanya dalam rangka memperbaiki kinerja ekspor impor.
“Ini sudah lampu merah. Defisit perdagangan yang terus melebar bisa memperlebar defisit transaksi berjalan. Pada akhirnya permintaan dolar dan rupiah tidak seimbang. Akibatnya pelemahan kurs karena permintaan dolar untuk impor jauh lebih besar,” pungkas Bhima. RUS/RedWS.