Wartasulsel.net, | “Jadi, buku ini memberi pesan moral, bagaimana seseorang yang ingin disayangi dan merasa berguna,” demikian simpulan Erni Yusnita usai menceritakan buku tentang kisah boneka beruang di hadapan murid-murid kelas 4 dan kelas 5 SD Inpres Mawang, Kabupaten Gowa.
Perempuan pengusaha itu merupakan bagian dari program literasi yang digagas oleh Gowa Menyala di SD Inpres Mawang, Sabtu (11/8/2018). Pada kegiatan literasi Agustus ini, ada sekira 30-an relawan yang mendaftar. Latar belakang relawan cukup beragam. Ada mahasiswa dari berbagai kampus, seperti Unhas, UIN, UNM, dan Unismuh, juga kalangan profesional, antar lain penyiar radio dan TV, penulis serta guru. Peserta bukan hanya dari Gowa tapi juga dari Makassar, Bulukumba dan Sulbar.
Kegiatan literasi yang dilakukan Gowa Menyala berupa mengajak anak-anak membaca bersama. Setiap relawan menemani satu anak. Namun, sebelum anak diminta menceritakan apa yang dibaca, relawan lebih dahulu memberi contoh bagaimana bercerita yang baik.
Rupanya, cerita yang dibawakan secara interaktif, dengan sesekali bertanya ke anak-anak, membuat mereka terus menyimak.
“Siapa yang tahu kunang-kunang? … Siapa yang tahu kelelawar?” Begitu sesekali Ainun Qalbi Muthmainnah melontarkan pertanyaan kepada anak-anak yang duduk lesehan di dalam musallah sekolah.
Kisah-kisah yang diceritakan memang begitu informatif karena memperkenalkan aneka satwa kepada anak-anak. Selain itu, juga bisa menginspirasi dan memotivasi anak karena ada banyak nilai yang bisa dipetik. Sebagaimana buku yang dibaca Tika, murid kelas 4, tentang harimau yang mengajarkan anak-anaknya bagaimana caranya bertahan hidup.
Anak rupanya cukup terhibur karena mereka tertawa dan mengatakan lucu saat kakak-kakak relawan bercerita.
“Baguuuus, Kak,” jawab anak-anak kompak.
Hanya saja, meski anak-anak yang diajak itu murid kelas 4 dan 5, tapi masih ada anak yang belum lancar membaca. Persoalannya menjadi tidak sederhana karena punya kaitan dengan kondisi keluarga, situasi sekolah dan minimnya akses anak pada buku bacaan yang baik. Anak-anak yang bersekolah di sini sebagian besar berasal dari keluarga kurang mampu.
Andi Bunga Tongeng, inisiator Gowa Menyala mengatakan bahwa Gowa Menyala bukan komunitas biasa tapi sebuah gerakan literasi yang memiliki cita-cita tinggi. Yakni, kami berharap dari kegiatan yang dilakukan, anak-anak nantinya punya kemampuan membaca, bisa menceritakan kembali bacaannya, dan menulis apa yang sudah dibacanya.
Wanita yang dipanggil Bunda itu mengakui, dengan pertimbangan berbagai kondisi, target itu kemudian diturunkan. Sekarang, harapannya, anak-anak bisa membaca buku dan punya kebiasaan membaca buku. Itupun juga tidak mudah.
“Kami mencoba memahami persoalan anak, bahkan dengan langsung datang ke rumah mereka,” tuturnya di hadapan relawan usai kelas literasi.
Back ground anak-anak ini dari keluarga kurang mampu. Orangtua mereka masih ada yang buta huruf. Beberapa anak sering diajak bekerja, jadi waktu untuk membaca dan belajarnya tersita. Pernah anak-anak dipinjamkan buku. Tapi kemudian hilang. Mereka kurang punya motivasi untuk membaca.
Wina Kurnia Syam, koordinator Gowa Menyala, bercerita bahwa mereka mulai fokus di sekolah yang terletak persis di pinggir danau Mawang itu sejak Kelas Inspirasi 2016. Awalnya rutin datang setiap minggu dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah. Meski koleksi bukunya terbatas dan kondisi perpustakaannya tidak nyaman. Sekarang perpustakaannya sudah dipindahkan, bersebelahan dengan musallah.
“Sekolah ini kekurangan bacaan anak. Kalaupun ada, hanya yang berkaitan dengan mata pelajaran,” kata Wina.
Gowa Menyala juga mengadakan reading challenge dengan menantang relawan secara kontinyu datang mendampingi seorang anak hingga bisa membaca. Program ini terbuka untuk siapa saja yang peduli dan mau berbagi dengan anak-anak, khususnya di SD Inpres Mawang.
“Kami berharap, di tengah kesibukan relawan, baik yang sudah bekerja maupun yang masih mahasiswa, tetap bisa meluangkan waktunya,” gugah Andi Bunga Tongeng.(*)