WARTASULSEL.NET, – Sesaat setelah kami mengetahui adanya rencana penambangan pasir di laut Galesong raya dan Sanrobone, Saat itu berita tentang rencana jahat ini kami dapat dari saudara kami Kamaruddin Asiz yang juga merupakan putra asli Galesong yang punya jaringan luas di bidang lingkungan.(Selasa 20/6/2017)
Beliau yang merupakan alumnus Kelautan dan Perikanan Unhas ini merasa khawatir dengan tanah kelahirannya. Kami bergerak cepat dan menyusun strategi untuk menggagalkan niat jahat penambangan ini. Kami yang terdiri atas unsur masyarakat, pelajar, dan profesional paham betul bahaya penambangan ini. Kami bagikan info perihal penambangan ini ke teman-teman dan alhamdulillah banyak yang sepaham dengan kami. Kami saling bahu memahu mengedukasi masyarakat sambil mencari dokumen yang bekaitan.
Respon positif juga datang dari lembaga-lembaga masyarakat. FIK KSM dan Forum Masyarakat Pesisir dan Nelayan Galesong Raya (FORMASI NEGARA), menjadi pelopor dalam gerakan ini. Setelah itu teman-teman dari Wahana Lingkungan Hidup, Blue Forest, LBH, Ikatan Serjanah Kelautan Indonesia (ISKINDO: serta beberapa organisasi pergerakan juga menyatakan bergabung.
Saat gerakan penolakan kami semakin massif ternyata pada saat yang sama. Beberapa oknum masyarakat, pejabat desa, dan dinas kabupaten mengadakan pertemuan di sebuah hotel dengan pihak perusahaan penambangan. Mereka tampa alasan yang jelas dan tampa sosialisasi kepada masyarakat, secara langsung menandatangani sebuah dokumen yang saat ini digunakan oleh pihak perusahaan penambang sebagai bukti persetujuan oleh masyarakat Galesong Raya. Dokumen tersebut dijadikan sebagai landasan penyusunan Amdal.
Ketika kami konfirmasi kepada oknum-oknum yang bertanda tangan perihal dokumen tersebut. Hampir semua mengelak dan mengatakan mereka juga menolak penambangan. Tetapi mereka tidak pernah komplain ke perusahaan yang justru mencatut nama mereka. Saat kami mengadakan aksi ponolakan, justru oknum-oknum tersebut malah mecibir aksi kami dan mengatakan “percuma, kalian tidak akan pernah bisa menghalangi penambangan ini”.
Sangat disayangkan ulah oknum-oknum tersebut. Sebagai warga Galesong Raya mereka secara terang-terangan telah menghianati tanah leluhurnya. Belakangan kami ketahui bahwa area yang ingin ditambang juga mancakup kecamatan Sanrobone.
Aksi kami tak padam dengan ulah oknum tersebut. Kami terus mengadakan aksi melawan penambangan. Aksi massif pertama kami saat mengusir kapal survei di perairan laut Galesong Utara. Menggunakan Lepa-lepa kami berjuang bersama masyarakat.
Tak habis akal, pihak penambang yang menggunakan kapal survei TB ASL BULAN kembali mengulang aksinya, kali ini mereka melakukannya di perairan Galesong Selatan. Reaksi masyarakat di selatan juga sama. Mereka menolak dan mengusir kapal tersebut.
Puncak kekesalan kami terhadap kapal TB ASL Bulan ini terjadi pada suatu malam di perairan Galesong Utara. Kami bersama masyarakat dan kepolisian memergoki mereka bersama perwakilan beberapa pemerintahan desa. Kapalnya kami sandera selama 10 jam. Kami baru melepaskan saat ada perjanjian dengan pihak kru kapal untuk tidak pernah lagi datang ke laut Galesong Raya. Kapal TB ASL Bulan ini tidak pernah lagi datang.
Perwakilan dari kami juga telah melakukan pergerakan hingga ke Jakarta. Bertemu dengan sekertaris negara dan menyampaikan masalah penambangan pasir d laut Galesong Raya dan Sanrobone ke Presiden.
Kantor Bupati Takalar dan kantor DPRD kabupaten Takalar kita juga telah sambangi. Pihak Bupati tidak bisa menemui kami, pihak dewan menanggapi kami tetapi setelah itu meraka raib dan telang bumi. Kami seoalah dibiarkan berjuang sendiri. Bahkan ada oknum dewan yang mencibir aksi kami. Beberapa minggu sebelumnya kami juga telah rapat dengar pendapat dengan komisi D DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah mendengarkan masukan kami dan penjelasan dari perusahaan penambangan, CPI, dan pihak Pemda Provinsi. Pihak komisi D merekomendasikan kepada pihak terkait untuk menghentikan sementara aktifitas yang berkaitan dengan penambangan sampai Perda yang mengatur tentang pengelolaan ruang laut dan sumber daya pesisir diberlakukan.
Kami juga menyampaikan masalah ini ke kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kami disambut dengan baik dan pihak KKP mengatakan mereka tidak pernah memberikan izin atas penambangan ini.
Kesempatan selanjutnya kami diundang ke Jakarta oleh pihak KKP untuk membahas Raperda perihal pengelolaan laut dan sumberdaya pesisir di Sulawesi Selatan. Saat kami itu kami mengetahui bahwa penambangan pasir ini dilakukan sebelum Perda-nya selesai dan diberlakukan.
Dokumen AMDAL yang dipegang oleh pihak perusahaan penambangan cacat prosedur. Kami mengambil kesimpulan bahwa kegiatan penambangan ini jelas sudah ilegal.
Kami menyusun rencana aksi besar-besaran di kawasan CPI. Aksi kami terlaksana yang dihadiri ribuan masyarakat Galesong Raya dan Sanrobone. Aksi tersebut berhasil menarik perhatian media nasional. Kami dihubungi oleh Mongabay.com, Tv One, MNC, Tempo, serta Metro Tv, dan media online lokal yang selalu bersama kami yaitu wartasulsel.net.
Tetapi beberapa hari kemudian pihak perusahaan penambang mengabaikan aksi kami. 15 juli, kapal pengeruk pasir Fairway yang berukuran 230×37 meter tiba di Makassar. Sehari kemudian mereka bergerak cepat melakukan penambangan di Sanrobone dan Galesong Selatan. Kami tidak tinggal diam.
Kami berkumpul untuk menyusun rencana perlawanan. Pada hari sabtu kita sudah melakukan pergerakan. Melalui jalur laut, kami bergerak menuju kepal Fairway. Disambut ombak musim timur yang besar di perairan Sanrobone. Kami semakin mendekat dengan kapal tetapi saat kami hampir saja menyergapnya mereka melihat keberadaan kami. Dengan kecamatan maksimal mereka bergegas kabur menuju Makassar.
Kami kembali dan mematangkan pergerakan. Besoknya, ahad (18/6) kami begerak menuju Galesong Selatan. Kami mengedukasi warga dan gayung bersambut. Warga sangat antusias dan dengan keras menolak penambangan dan ingin segera turun menghadang kapal Fairway.
Kami memantau pergerakan kapal, sesaat setelah adzan magrib Fairway bergerak menuju Galesong Selatan. Masyarakat mulai berkumpul. Kapal nelayan yang siap mengangkut massa mulai berdatangan. Sekitaran pukul 20.00 Wita, bersama warga kami segera menuju kapal Fairway. Tak ada drama sebelum akhirnya kita sampai dan momen dramtisir itu terjadi.
Kapal penambang mengabaikan niat kami bertemu. Fairway tetap melakukan pengerukan. Bahkan kami sempat dibunyikan klakson untuk menjauh. Masyarakat melawan, dengan peralatan seadanya mereka mecoba menghentikan kegiatan kapal. Namun tiba-tiba alat keruk mereka terangkat dari dasar laut. Dengan kekuatan penuh Fairway melaju dan kabur ke arah Makassar.
Malam itu aksi kami berlanjut. Kami bergerak ke Galesong Utara. Ternyata nelayan di utara telah siap dengan kapalnya untuk mengejar kapal Fairway. Kami bergerak menuju kawasan CPI tempat kapal itu berlabuh. Dari kejauhan kami melihat sinar lampu yang sangat terang dari kapal Fairway. Saat kami sudah sangat dekat, mereka kembali mengambil langka seribu dan kabur menuju barat.
Hingga hari ini, selasa (20/6) kapal Fairway tidak pernah datang lagi untuk menambang. Menurut info dari sumber terpercaya kami. Kapal Fairway yg diopersikan oleh perusahaan Royal Boskalis enggan beroperasi sebelum masalah perlawanan dari warga ini bisa diselesaikan.
(Ippang,Kamaruddin,Syam/Red- ws)