Polwan Indonesia Pelopor Kesetaraan Gender (KG)

Opini24 views

Wartasulsel.net,_|| Oleh: Nurlinda/Pemerhati Sosial, Hingga hari ini, ide yang datang dari pemikiran liberal masih mereka jajakan ke tengah kaum muslimah. Sehingga tidak sedikit yang mengambilnya sebagai solusi atas persoalan perempuan.

Sebagaimana yang telah di tegaskan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa penyelenggaraan Konferensi Asosiasi Polwan Internasional ke-58 di Labuan Bajo merupakan bagian dari upaya Polri untuk terus mendorong kesetaraan gender di Indonesia termasuk karier Polwan di Korps Bhayangkara.

Daeng Manye

Listyo juga menerangkan sejauh ini sejumlah Polwan sudah berpangkat perwira tinggi dan menempati jabatan operasional berisiko tinggi di Polri.

Dimana Konferensi Asosiasi Polwan Internasional di Labuan Bajo diikuti total 980 peserta baik secara langsung maupun secara online dari 39 negara. Peserta secara langsung berjumlah 446 peserta dari 17 negara dan 2 organisasi internasional. (cnnindonesia.com, 8/11/2021).

Dalam konferensi tersebut terdapat 65 pembicara yang akan berbagi keahlian, pengetahuan, pengalaman, dan best practice. Tema utama yang di angkat dalam konferensi adalah “Women at the center stage of policing”. Ada lima subtema lagi yang menjadi turunan yakni: Women, Peace, and Security; Women and Leadership; Police Women and Their; Challenges; The Role of Women in Policing; Science, Technology, and Policing; dan, Current Issues on Transnational Crimes.

Konferensi Polwan ini telah mengekspos ‘keberhasilan’ Indonesia dalam mendudukkan Polwan dalam pencapaian target KG. Salah satu ukurannya adalah posisi tinggi dalam hierarki Polri dan posisi berisiko tinggi.

Dengan memberikan sebuah jabatan kepada perempuan maka itu akan mengalihkan fokus perempuan dari tugas utamanya. Dimana tugas utama bagi kaum perempuan adalah sebagai pendidik anak dan pengatur rumah tangga. Namun sayangnya tugas ini telah dirampas oleh ide konsep kesetaraan gender.

Konsep kesetaraan gender sejatinya tidak dikenal di dunia Islam. Ia dikenal di kalangan masyarakat Eropa dan Amerika. Ide ini digagas sebagai respons atas penindasan dan diskriminasi yang kerap menimpa perempuan Barat karena superioritas laki-laki. Gerakan ini mengglobal seiring pandangan masyarakat Barat yang menganggap perempuan hanya sebagai objek seksual layaknya budak.

Hanya saja, ide ini justru tidak sesuai harapan yang diinginkan. Saat gerakan ini masif dikampanyekan, saat itulah kekerasan seksual dan ketimpangan sosial yang menimpa kaum perempuan semakin meningkat.

Ide ini sesungguhnya cacat dan gagal sejak dikampanyekan. Karena kekerasan fisik atau seksual yang dialami kaum perempuan bukan karena setara dan tidak setara, melainkan akibat dari penerapan sistem kehidupan sekuler liberal di dalam negara.

Seharusnya menjadi indikasi kuat bahwa kampanye pemberdayaan ekonomi perempuan yang berujung pada perempuan bekerja dan menanggalkan fitrahnya mengurus anak telah merusak dan merapuhkan tatanan keluarga serta bertentangan dengan fitrahnya sebagai perempuan.

Sedangkan dalam islam tugas utama dan mulia bagi seorang perempuan adalah menjadi ibu dan pengurus rumah tangga. Di tangan ibulah generasi dipertaruhkan. Tugas ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika seorang ibu rusak pemahamannya, akan berimbas pada hasil didikannya ke anak.

Kebahagiaan hakiki bagi seorang ibu adalah melihat dan menyaksikan anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik, memiliki kepribadian Islam, dan taat penuh kepada Allah dan Rasul-Nya.

Jika peran ibu tereduksi akibat derasnya kampanye kesetaraan gender, korban pertama tentu saja anak-anak. Maka dari itu, Islam sudah menetapkan porsi dan posisi yang pas bagi laki-laki dan perempuan.

Fitrah perempuan yang memiliki karakter lemah lembut, kasih sayang, dan cenderung memiliki perasaan peka memang sudah Allah siapkan agar ia mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Fitrah laki-laki yang cenderung menggunakan logika, penuh pertimbangan, dan fisik kuat juga sudah Allah siapkan agar ia menjadi qawwam yang mengayomi keluarganya. Islam sudah mengatur sedemikian rupa hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan secara adil. Tidak perlu mengadopsi kesetaraan gender yang sebenarnya sudah cacat sejak awal.

Maka dari itu, kita pun harus menderaskan ide Islam agar keluarga muslim terselamatkan dari kesetaraan gender yang sebenarnya adalah racun bagi pemikiran umat.

Perempuan bukan mesin ekonomi. Perempuan adalah tempat pertama mencetak generasi unggul dan berkepribadian Islam. Perempuan bisa mulia dan sejahtera hanya dengan penerapan Islam secara kafah. Sebab, sumber masalah bagi perempuan saat ini adalah ideologi kapitalisme sekuler.