Ritual Pangewaran Ritual Adat Kaluppini, Di Enrekang

Ragam, Sosbud303 views

Wartasulsel.net,_Enrekang || Ritual Pangewaran merupakan ritual adat 8 tahunan didesa Kaluppini Kab. Enrekang. Konon, ritual pangewaran ini pertama kali diadakan masyarakat Kaluppini ketika suatu masa Kaluppini mencapai puncak kesejahteraannya, dimana sejauh mata memandang terlihat sawah yang padinya sudah menguning dan siap untuk dipanen, serta ladang yang ditumbuhi aneka buah-buahan.

Pada masa itu, kehidupan masyarakat Kaluppini sangat praktis, mulai dari sandang, pangan, dan papan sangat melimpah. Canda tawa dan keharmonisan menghiasi kehidupan masyarakat Kaluppini. Namun, kehidupan tersebut membuat mereka terlena dan hidup boros serta lupa bersyukur kepada Tuhan.

Daeng Manye

Sejak saat itu, norma adat dan agama yang terlupakan sehingga diturunkanlah azab dan sengsara ditanah Kaluppini hingga kehidupan waktu itu hampir punah. Maka dengan pengharapan agar terlepas dari bencana, maka disepakati untuk mengumpulkan 9 bersaudara yang diketahui adalah generasi To Manurung.

Ke-9 bersaudara itu adalah:
1. Torro di Palli.
2. Torro di Timojang.
3. Torro di Laikang gunung daerah Maiwa
4. Maraddia di Mandar.
5. Mangkau di Bone.
6. Pilla di Wajo.
7. Opu di Luwu.
8. Malepong Bulan di Tangsa Tanah Toraja.
9. Indo Silele di Bulu Kerasa’ daerah Lette Pinrang.

Ke-9 bersaudara ini selanjutnya berkumpul di Batu Bikka Wala-Wala di Dusun Palli sekitar 700 M dari Palli Posi’ Tana. Mereka sepakat untuk melakukan ritual dengan tujuan memohon ampun kepada Tuhan atas kesalahan dan kekufuran. Maka dari tumbuhan yang tersisa didapatkan 2 buah nangka, satu dari batang dan dipotong kecil-kecil diibaratkan sebagai lauk, dan satunya lagi dari tangkai dan dipotong kecil-kecil diibaratkan sebagai nasinya.

Membelah-belah atau memotong-motong dalam bahasa lokal disebut Mangewa (Ewa). Dari peristiwa membelah nangka inilah sehingga ritual tersebut dinamakan Pangewaran sampai sekarang.

Ketika permohonan 9 bersaudara diijabah dan keadaan menjadi baik seperti semula, maka ke 6 saudara yang tinggal diluar Kaluppini kembali ke daerahnya masing-masing tapi, sebelum mereka berpisah, mereka membuat perjanjian untuk berkumpul kembali dan melaksanakan ritual ini dengan adanya 4 tanda, yaitu:

1. Torro datu’ to tanda di langi’ (Disaat tanda tepat berada ditengah langit).
2. Na macora ito Bulan (Saat bulan Purnama bersinar).
3. Taung Aleppu (Berdasarkan tahun setiap 8 tahunan).
4. Allo Juma’ (Hari Jum’at).

Ke 4 tanda itulah yang dijadikan patokan oleh mereka untuk berkumpul kembali. Hingga saat ini, tradisi Pangewaran ini masih tetap dilestarikan oleh generasi penerus Kaluppini.

Laporan: LLA