STOP! Unjuk Rasa Tolak “Omnibus Law”, Pandanglah Secara Jernih Dan Komprehensif

Opini191 views

Wartasulsel.net, || Oleh : Evita Rahayu, Beberapa elemen buruh, BEM dan kelompok civil society lainnya berencana untuk melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran yang pemanasannya akan dimulai pada 9 Juli sampai puncaknya berdasarkan informasi yang beredar ditengah masyarakat akan dilaksanakan pada 16 Juli 2020. Bahkan, beberapa elemen BEM terinformasi juga sedang melakukan konsolidasi termasuk kelompok elemen buruh seperti Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK).

Menurut beberapa pentolan aktifis, adanya “shared vision” antara elemen buruh dan elemen masyarakat serta kelompok civil society lainnya yang menilai bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah pada esensi HAM dikaitkan dengan ketenagakerjaan di Indonesia, menyebabkan mereka akan melakukan aksi unjuk rasa menolaknya.

Daeng Manye

Bahkan sejumlah elemen buruh dan civil society seperti KASBI Pusat KPBI, SGBN, FPPI, KPA, KPR, PURPLE CODE, SINDIKASI, LBH JAKARTA, SEMPRO, LMND-DN, AKMI dan KSN sudah berkonsolidasi intens jauh-jauh hari. Mereka menolak Omnibus Law karena tidak ada pelibatan partisipasi public, dan mereka menginginkan pembahasan RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan yang rencana dibahas di Tripartit Nasional (Tripnas).

Tidak hanya itu saja, dalam rangka memobilisir dukungan massa khususnya elemen buruh, mereka juga terinformasi akan melakukan diskusi bersama melalui Webinar.

Beberapa elemen buruh dari Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Timur dan Batam siap untuk mengikuti webinar tersebut bahkan akan menggelar aksi menolak Omnibus Law di wilayah masing-masing.

Bahkan elemen penolak Omnibus Law ini akan melakukan sejumlah “warming up actions” melalui pemasangan spanduk di tiap pabrik yang isinya lawan atau batalkan Omnibus Law, tolak PHK dan fokus tangani Covid-19 yang semuanya merupakan isu seksi dan strategis untuk meningkatkan atmosfer perlawanan massa terhadap Omnibus Law.

Jangan berunjuk rasa

Sejumlah kalangan mulai menilai positif pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR.

Pasalnya, pengesahan RUU ini diyakini akan memulihkan ekonomi pasca krisis akibat pandemi Covid-19. Menurut Ekonom Universitas Padjadjaran (Unpad) Aldrin Herwani dalam keterang tertulisnya, Senin (6/7), semangat RUU Cipta Kerja yang memangkas kerumitan investasi dinilai bisa menjadi solusi atas krisis yang terjadi akibat pandemic, disebabkan kondisi saat ini yang menggambarkan ekonomi Indonesia sudah terpukul akibat pandemi, dan diperburuk dengan banyaknya aturan dan regulasi tumpang tindih yang memghambat investasi harus segera direvisi.

Menurut Aldrin, saat ini banyak investor yang sedang mencari peluang dan tempat aman untuk berinvestasi. Hal itu tentunya investor ingin menanamkan modalnya di negara yang regulasinya ramah terhadap investasi. Dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia termasuk negara yang paling tidak kompetitif dalam perkara investasi.

Sesuai data Bank Dunia yang menyebut Indonesia berada di peringkat 73 terkait skor kemudahan bisnisnya. Karena itu Aldrin menilai, terpuruknya skor kemudahan bisnis di Indonesia tidak terlepas dari tumpang tindih regulasi.

Maka, kondisi ini bisa diperbaiki melalui pengesahan RUU Cipta Kerja sebagai payung hukum Omnibus Law yang bersifat sapu jagat yang bisa memangkas tumpang tindih regulasi yang merugikan tersebut. “Kalau RUU Cipta Kerja disahkan sekarang, saya yakin investor akan lari ke kita. Lapangan kerja terbuka dan tingginya angka pengangguran akibat pandemi covid-19 ada solusinya,” ucap Aldrin.

Sebelumnya, Ekonom Universitas Airlangga Surabaya Dr Wasiaturrahma menilai keberadaan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga enam persen.

“Momen pascapandemi COVID-19, nanti menjadi peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih besar lagi,” ujarnya di sela diskusi virtual bertajuk “New Normal, Menyelamatkan Indonesia dari Bencana Ekonomi dengan Penciptaan Lapangan Kerja” di Surabaya, belum lama ini seraya menambahkan, permasalahan di Indonesia selama ini adalah tumpang tindih peraturan yang menghambat sehingga kemudahan investasi dan kepastian berbisnis menjadi paling dicari investor nantinya.

RUU Cipta Kerja sangat mendukung kemudahan memulai usaha, perizinan yang lebih mudah dan menyelesaikan aturan yang tumpang tindih dan bisa diselesaikan dengan mempermudah investasi dari luar dan menumbuhkan semangat investasi domestik. RUU Cipta Kerja yang sifatnya “sapu jagat” mampu memberantas tumpang tindih peraturan sehingga bisa segera disahkan. Berbagai pro kontra terkait RUU Cipta Kerja, namun menurutnya harus dilihat secara menyeluruh karena lebih banyak sisi positifnya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Dr Basa Alim Tualeka yang juga menjadi pembicara pada diskusi tersebut juga menyampaikan bahwa pemerintah memang perlu masuk dan melakukan intervensi melalui regulasi untuk memastikan investasi kembali bergairah.

“Kalau dilihat dari aspek domestik, saya rasa RUU Cipta Kerja ini bisa juga diarahkan untuk beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan,” tuturnya seraya menambahkan, pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan merupakan sektor yang tepat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.

Oleh karena itu, sebaiknya elemen buruh, mahasiswa dan kelompok civil society lainnya melihat lebih jernih permasalahan Omnibus Law sebelum melakukan aksi unjuk rasa apalagi “terhasut” oleh kelompok yang anti Omnibus Law karena kepentingan pragmatisnya terganggu dengan rencana kehadiran regulasi ini.

Jika aksi unjuk rasa berakhir dengan ricuh, maka masyarakat Indonesia pastinya akan mendukung aparat negara untuk bersikap tegas sebagai bentuk kehadiran negara dengan memberlakukan law enforcement terhadap pengunjuk rasa. Kalau ini yang terjadi menjadi repot semuanya, oleh karena itu tidak usah berunjuk rasa apalagi trend Covid-19 masih meninggi.
Penulis adalah pemerhati masalah Indonesia.