Oleh: Denny Siregar
Wartasulsel.net, – “Bagaimana seandainya Jokowi kalah?”.Begitu pertanyaan seorang teman dalam sebuah diskusi. Jujur ini pikiran yang selalu saya buang, saya ngeri dengan dampaknya.
Diluar masalah korupsi, Indonesia ini sebenarnya adalah negara di Asean yang potensi radikalnya tinggi. Lebih dari 20 tahun – sejak 1998 – kelompok-kelompok radikal bercokol di negeri ini. Mereka menguasai tempat ibadah, sekolah, pemerintahan, pengadilan bahkan aparat keamanan seperti kepolisian dan tentara.
Kelompok radikal ini dulu sulit sekali dideteksi. Karena mereka berbaju “Islam” agama terbesar negeri ini. Dengan berpakaian “ulama”, mereka membangun komunitas-komunitas di mana saja. Tanpa sadar, Indonesia sudah dikuasai mereka dalam ideologi. Ideologi pendirian negara khilafah yang akan meruntuhkan demokrasi.
Sebagai contoh Hizbut Tahrir Indonesia.
HTI ini adalah gerakan transnasional yang sudah melebur dengan masyarakat Indonesia. Mereka dulu dibiarkan berkembang biak, bahkan difasilitasi oleh para politisi dan penguasa untuk meraih suara.
Sebagai contoh, tahun 2016 lalu, kita melihat bagaimana entengnya Wali Kota Bogor, Bima Arya, meresmikan kantor HTI dengan disambut logo besar “khilafah”. Menakutkan, ketika seorang pejabat ternyata tidak mampu membedakan mana musuh negara.
Kebayang tentakelnya HTI di mana-mana. Dan seperti gurita mereka siap mencengkeram dan menghancurkan negara.
Tapi langkah mereka terhenti total, ketika tahun 2017, Jokowi membubarkan organisasi besar mereka yang diperkirakan mempunyai 2 juta anggota.
Ini pukulan berat bagi HTI yang sebenarnya sudah banyak menguasai elemen-elemen negeri. Pukulan Jokowi ini sekaligus memunculkan “kepala ular” HTI yang bercokol menjadi dosen, rektor sampai guru besar di beberapa universitas negeri.
Dan HTI jelas dendam. Mereka akan menghalalkan segala cara supaya Jokowi tersingkir, lalu mereka kembali akan menguasai apa yang pernah mereka kuasai. Hanya kali ini mereka akan lebih agresif dan massif. Sebab mereka punya sejarah pernah dibubarkan dan bisa jadi akan terulang jika nanti muncul pemimpin seperti Jokowi lagi.
Jadi buat saya, kekalahan Jokowi akan membawa dampak mengerikan ketika HTI mendapat panggung lagi. Kepolisian akan mereka kuasai sehingga mudah dijadikan senjata untuk mempersekusi warga yang tidak sepandangan dengan mereka.
Ingat kasus Meiliana ? Warga yang mendapat hukuman 1,5 tahun karena protes kerasnya toa? Di sana ada peran HTI yang mendesak aparat kepolisian untuk mentersangkakan dirinya. Bahkan HTI juga terus-menerus menurunkan massa untuk mendesak hakim menjatuhkan vonis yang berat.
Ujian bagi kaum minoritas, sesungguhnya akan jauh lebih berat jika HTI berkuasa. Akan muncul kasus Meiliana Meiliana lainnya. Makanya saya heran ketika ada orang minoritas memilih Prabowo yang di belakangnya ada kelompok HTI.
Mereka apa tidak sadar akan situasi yang merugikan mereka sendiri nanti ?
Membersihkan elemen pemerintahan dan aparat keamanan dari cengkeraman ideologi HTI bukan pekerjaan ringan. Seperti kanker, Indonesia sebenarnya sudah berada pada stadium mengerikan.
Memerangi kanker tidak bisa sekali pukul lalu menang. Harus bertahap seperti kematorapi yang menyakitkan. Kalau pengobatan dihentikan, maka mereka akan tumbuh lebih ganas dan mematikan…
“Jadi bagaimana seandainya Jokowi kalah dalam pemilihan ?” Tanya temanku lagi.
Kuseruput secangkir kopi. “Saya tidak mau berpikir jika Jokowi kalah. Pikiran saya fokus pada Jokowi harus menang..”
Hari ini terasa panas sekali..
*Denny Siregar penulis buku ‘Tuhan dalam Secangkir Kopi’