Wartasulsel.net, – Gempa Haicheng, China, berkekuatan M=7,5 terjadi pada 4 Februari 1975. Ini merupakan satu-satunya peristiwa gempa di dunia yang sukses terprediksi.
Kegiatan prediksi tersebut sudah dilakukan sejak awal pertengahan Desember 1974 dan Cina sukses mengevakuasi penduduk kota Haicheng beberapa jam sebelum gempa bumi.
Hasilnya, 90% bangunan kota hancur akibat gempa ini, tetapi penduduk kota telah dievakuasi sebelum kejadian. Hampir 90.000 orang penduduk terselamatkan.
Tapi, itu ternyata hanya menjadi kenangan indah, karena, meski dilakukan dengan metode yang sama dan didukung dengan teknologi yang lebih canggih, nyatanya sederet peristiwa gempa besar merusak dan mematikan terus mendera China dengan ratusan hingga ribuan korban tewas terus berjatuhan hingga sekarang.
Jepang juga menjadi negara paling getol dalam kajian prediksi gempa tetapi ternyata gempa-gempa besar terus terjadi tanpa mau memberi tahu dan tanpa permisi.
Bahkan gempa dahsyat yang memicu tsunami Tohuku 2011 yang menelan korban puluhan ribu orang, menjadi catatan penting bahwa prediksi yang mereka lakukan ternyata meleset.
Amerika serikat tidak kalah hebat dalam riset prediksi gempa. Mega proyek prediksi di sesar besar San Andras untuk mnjawab kapan “The Big One” terjadi, ternyata juga tak memberi hasil memuaskan.
Jalur sesar San Andreas ini terus dimonitor dinamikanya dengan GPS. Alat pengukur regangan strainmeter dan tiltmeter juga dipasang di beberapa lokasi jalur sesar. Monitoring gas radon dan perubahan suhu juga dilakukan, tetapi tetap saja belum ada hasil seperti yang diharapkan. Banyak ahli gempa yang “lempar handuk” dengn riset prediksinya.
Itulah kisah 3 negara jawara riset prediksi gempa dengan menggunakan pengukuran yang paling akurat, precursor gempa, dan pengamatan tingkahlaku binatang.
Konon hingga kini hanya china yang masih bersemangat meneruskan riset prediksi gempa.
Jepang dan USA kini lebih tertarik mengalokasikan anggaran dana untuk mitigasi gempa, seperti penguatan struktur bangunan dan masyarakat di kawasan berisiko.
Meski demikian kajian prediksi tetap dilakukan tetapi bukan lagi menjadi prioritas mereka.
Hingga saat ini, tdk ada satupun lembaga resmi dan pakar yang kredibel dan diakui mampu memprediksi gempa.
Sehingga prediksi gempa hanya sukses sekali saja yaitu saat terjadinya peristiwa gempa Haicheng, China 1975.
Pakar gempa sedunia kini pun sepakat bahwa gempa memang belum dapat diprediksi dengan akurat kapan dimana dan berapa magnitudonya.
Untuk itu, kepada masyarakat dihimbau, terkait informasi gempa, pastikan diperoleh dari sumber-sumber yang kredibel dan resmi. Ada alamat kantornya, ada nomor telfon yang dapat dihubungi dan ada nama petugas yang bertanggungjawab. Ini penting agar informasi yang dikeluarkan dapat direspon balik oleh publik, sehingga lembaga tersebut dapat dihubungi untuk dimintai penjelasan lebih lanjut.
Saat ini banyak lembaga resmi penyedia informasi gempa seperti BMKG, USGS (Amerika Serikat), JMA (Jepang), GFZ (Jerman), EMSC (Mediterania), Geoscope, CEA (China), dan lain-lain.
Saya percaya siapapun dapat dengan mudah membuat tulisan semacam informasi gempa dan prediksi gempa “karangan” selanjutnya diunggah di media sosial.
Jika mereka tidak menyebutkan lembaga, alamat, nomor kontak lembaga dan nama petugas yang dapat dihubungi, bahkan tidak menjelaskan metoda ilmiah ataupun data yg digunakan utk memprediksi, maka sebenarnya mereka tidak bertanggung jawab. Ibarat seorang anak setelah melempar petasan kemudian lari dan bersembunyi.
Masyarakat dihimbau untuk tidak terpancing dengan informasi “bodong” atau hoax. Mohon tetap percaya pada akal sehat kita.***
Jakarta, 22 Agustus 2018
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG. Dr. DARYONO, M.Si