Di media sosial beredar kabar gencar bahwa pada Jumat, 31 Maret 2017, akan digelar aksi massa yang diberi label “Aksi 313”. Aksi ini dimotori oleh Forum Ummat Islam (FUI). Tujuan aksi ini adalah menuntut agar terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dicopot dari jabatan Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Sekjen FUI, Muhammad Al Khaththath (MAK), Aksi 313 itu akan dipusatkan di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Di depan Istana aksi tersebut akan meminta Presiden Joko Widodo mencopot Ahok dari jabatannya sebagai DKI 1 lantaran berstatus terdakwa.
Kalau pembaca merasa ada kesan pengulangan pada gelar Aksi 313 ini, pembaca tidak terlalu salah. Karena aksi ini memang merupakan rentetan dari aksi-aksi anti-Ahok sebelumnya, mulai dari 411, 212, 112, dan 212 (jilid 2). Kendati penyelenggara aksi 313 bukan GNPF-MUI dan/atau FPI, tetapi kedua organisasi yang disebut terakhir itu juga mendukung. Demikian pula modus operandi dari aksi ini juga sama: demo dari Masjid Istiqlal menuju Istana Negara selepas shalat Jumat. Dan, last but not the least, Aksi besutan FUI ini juga akan mendatangkan massa bukan hanya dari Jakarta, tetapi termasuk massa dari luar ibukota, yakni dari wilayah Banten dan Jabar.
Bagaimana reaksi Paslon-2 yang sedang bersaing di Pilkada DKI? Ahok, yang notabene target dari aksi ini, memilih tak berkomentar. Ahok hanya bilang “tidak tahu”. Sementara pihak timsesnya, yang diwakili Raja Juli Antoni hanya menyatakan bahwa aksi tersebut “tidak ada yang bisa dikomentari.” Dia hanya berharap bahwa aksi tersebut “tidak ada yang menebar kebencian, intimidasi, dan intoleransi.”
Reaksi Paslon No 3 lebih cenderung positif. Anies Baswedan (AB), misalnya, mengatakan bahwa “warga punya hak konstitusional untuk berekspresi yang penting semua dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan tindakan..”. Cagub yang mantan Menteri Mendikbud tersebut berharap kepada para peserta aksi “untuk menjalankan aksi tersebut secara tertib dan damai.” Reaksi yang positif ini tentu tak lepas dari sikap Paslon 3 yang akhir-akhir ini menunjukkan kedakatannya dengan tokoh-tokoh FPI, GNPF-UI, dan FUI, sebagaimana telah banyak diberitakan media massa akhir-akhir ini
Lain Paslon, lain pula reaksi dari pihak aparat keamanan, khususnya Polri. Pihak yang terakhir ini masih mengelak bicara karena merasa belum mendapat surat dari FUI. Kabid Humas Polda DKI, Argo Yuwono, hanya menghimbau agar “publik tidak berkegiatan politik dengan menggunakan atribut tertentu, terutama agama.”
Sedangkan Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Rikwanto (R) hanya mengatakan bahwa Mabes Polri akan “mendalami tentang kehadiran acara tersebut.” Walhasil, pihak Polri tampaknya bersikap low profile menyikapi Aksi 313, karena mungkin sudah berpengalaman dengan beberapa kali aksi anti Ahok yang dilakukan oleh pihak yang kurang lebih sama.
Prediksi penulis, Aksi 313 nanti kalaupun berjalan juga akan berlangsung damai seperti sebelumnya. Namun apakah secara politik akan mempu merubah konstelasi dan perimbangan kekuatan Paslon-2 yang bertarung? Bagi Paslon No 2, yang jelas menjadi target aksi tersebut, penulis rasa akan sulit membuatnya keteter dan/atau mengalami defisit dukungan atau menurunkan elektabilitasnya pada putaran kedua nanti.
Pengalaman selama bulan Oktober 2016 sampai jelang pemungutan suara bulan Februari 2017 lalu menunjukkan bahwa gerakan massa anti-Ahok yang demikian massif tidak mampu merubah secara sigifikan elektabilitas dan suara Paslon 2, dan malah menjadi pemenang pada ronde pertama. Bagi Paslon No. 3, tentu saja Aksi 313 ini diharapkan membantu mendongkrak elektabilitas dan perolehan suara pada 19 April nanti. Kubu Anies-Sandi yang kini didukung Gerindra, PKS, dan PAN serta kelompok-2 Islam politik tentu saja memiliki kepentingan politik yang cukup besar dari Aksi ini. Hanya saja, harapan ini bisa buyar jika mengingat bahwa pemilih rasional di DKI tidak mudah dipengaruhi oleh isu SARA. Aksi massa bisa saja sangat meriah, tetapi hal itu tak bisa otomatis mencerminkan para pemilih DKI, karena para peserta aksi kebanyakan malah datang dari luar Jakarta. Paslon No. 2 tetap harus bekerja meyakinkan para pemilih potensial melalui kampanye progam-2 yang menarik dan masuk akal.
Aksi 313, penulis rasa, tak lebih dan tak kurang hanyalah sebuah pengulangan belaka, atau: “A POLITICAL DEJA VU ALL OVER AGAIN!”
*) Muhammad A S Hikam, pengajar di Universitas Presiden, Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Sesko TNI dan Universitas Pertahanan.