Wartasulsel.net, – Pilkada Kab Takalar Sulsel adalah salah satu pesta demokrasi serentak di 101 wilayah di Indonesia. Pilkada tersebut terbilang unik dan seru karena hanya satu pilkada dan cuma menghadirkan dua kontestan calon. Segala daya dan potensi dikerahkan para aktor pilitik dan mesin partai sebagai strategi Test on the Water menghadapi pilkada Gubernur Sulsel 2018.
Hasil rapat pleno KPU Takalar, rekapitulasi akhir suara pilkada menetapkan pasangan penantang Syamsari Kitta – Achmad Daeng sebagai pemenang dengan meraih 88.113 suara sedangkan suara Burhanuddin – Natsir (Petahana) meraih 86.090 suara, selisih suara 1,16 % dengan total suara 2.023 suara (Rakyat.com).
Perkembangan terakhir adalah terbitnya Surat Keterangan (Keputusan) Panwaslu tgl 25/2/2017 yang ditanda tangani oleh Ketua Panwaslu Ibrahim S untuk tidak menindaklanjuti laporan dari Tim Petahana Boer – Nojeng dengan alasan tidak memiliki bukti yang cukup. Menanggapi surat tersebut Ketua Tim Bur-Nojeng Makmur Mustakim sekaligus pelapor di Panwaslu mengatakan bahwa Panwaslu tidak bekerja dan mencurigai masuk angin.
Lanjut koordinator pemenangan Bur-Nojeng mengatakan bahwa 5.486 pemilih tercatat tidak melalui pemutakhiran data (Makassar,tribunnews).
Melihat dinamika yang dengan kontestasi maupun konstalasi politik Pilkada Takalar menuntun saya memberikan justice opinion tentang apa yang telah terjadi dan bagaimana mestinya menyikapinya.
Siri na pacce(pesse), siap menang siap kalah
Masyarakat Bugis Makassar dikenal dengan _siri na pacce_ (harga diri) dalam memegang teguh atas apa yang telah diucapkan dan dijanjikan untuk menjaga pilkada damai dengan dan komitmen siap kalah siap menang. Jargon identitas, watak, karakter tersebut mestinya mendarah daging pada setiap keturunan Bugis Makassar.
Nilai siri’ dapat dipandang sebagai suatu konsep kultural yang mesti dan harus memberikan implikasi setiap tingkah laku yang nyata termasuk siap menang siap kalah dalam pilkada.
Jalur UU dan Peraturan Pasangan calon yang tidak puas dengan hasil pilkada serentak 2017, maka yang bersangkutan bisa mengajukan sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) tiga hari pasca penetapan hasil pilkada.
Namun, syarat pengajuan sengketa pilkada harus memenuhi selisih 2 sampai 0,5 % dari jumlah suara sah pilkada. Dalam Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah disebutkan beberapa ketentuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 158.
Selisih suara hasil pilkada Takalar sebesar 1,16 % suara sehingga memenuhi UU, namun harus dilengkapi alat/dokumen bukti dan Keputusan KPU Kabupaten tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara. Maka tempuhlah jalur dan mekanisme yang telah ditentukan.
Marilah kita sukseskan pesta ini karena sejatinya adalah pestanya rakyat untuk memilih pemimpin yang melayani masyarakat. Sikap dan tindakan yang “Sipakatau, Sipakalebbi dan Sipatokkong untuk persatuan dan kesatuan.
(red/SL)