Wartasulsel.net, – Publik Sulsel beberapa tahun terakhir begitu akrab dengan slogan “Komandan” yang diidentikkan dengan sosok Syahrul Yasin Limpo (SYL). Slogan ini secara massif disosialisasikan ke seluruh pelosok daerah mulai dari pembicaraan informal, dialog tertutup sampai kampanye publik.
Sosialisasi juga disertai dengan berbagai macam variasi atribut, mulai dari spanduk, baju, topi, syal bahkan kopiah. Meski slogan ini identik dengan dunia militer, mengidentikkan “komandan” dengan SYL ibarat memiliterkan SYL dan mensipilkan istilah “komandan”.
Dua kombinasi yang sepintas saling bertentangan tetapi sesungguhnya menjadi amalgamasi politik yang kreatif dan cerdas. SYL mengalami bagaimana disiplin ala militer membentuk kualitas kepemimpinannya serta terdidik oleh lingkungan birokrasi pemerintahan yang mengajarkan pentingya pelayanan publik.
“Komandan” akhirnya menjadi tagline yang paling populer dalam beberapa tahun terakhir melebihi tagline politik mana pun di regional Sulawesi. Bagaimana dengan tagline “Punggawa” yang baru beberapa hari diperkenalkan oleh kandidat calon Gubernur Ihsan Yasin Limpo?
Secara sosiologis baik “Komandan” atau “Punggawa” adalah phrase yang merujuk pada relasi sosial-patriarkis yang timpang. “Komandan” dan “Punggawa” adalah simbolisasi superioritas kelas yang mendominasi anggota kelas lainnya yaitu anak buah atau bawahan.
Dalam konteks kultural dan sosial, seseorang yang dipanggil “Komandan” atau “Punggawa” berarti seseorang yang memiliki superioritas atas kekuasaan, keuangan atau penguasaan alat produksi. Mereka yang memanggil seseorang dengan sebutan “Komandan” atau “Punggawa” berarti mereka lebih inferior atau tepatnya berada dalam dominasi kultural Sang Komandan atau Sang Punggawa.
Hal ini berbeda misalnya dengan sebutan “Cappo/Sappo”, “Silo” atau “Sampu” yang lebih inklusif dan egaliter. Sebutan ini tidak bersifat hierarkikal tetapi lebih menunjukkan kesetaraan dan relasi yang lebih rileks dan bersahabat.
Dalam tradisi demokrasi dimana rakyat memilih pemimpinnya secara langsung, tagline seorang kandidat pejabat publik sangatlah menentukan. Umumnya, tagline kandidat lebih mengarah ke penggambaran situasi eksternal atau visi misi yang ingin dicapai, bukan menggambarkan kualitas kandidat secara personal.
Akankah pendulum politik Sulsel bergeser dari “Komandan” ke “Punggawa”? Jawabannya berpulang pada pilihan rakyat di pemilihan Gubernur 2018 mendatang. Masih terlalu dini untuk berspekulasi, yang pasti tagline para kandidat dalam waktu dekat akan mewarnai ruang-ruang publik di seluruh wilayah propinsi. “Punggawa”, “Bagus”, “Bro”, “Pemberani”, “The Next Leader” akan bersaing memperebutkan dukungan politik.
Siapa pun Gubernur yang terpilih kita harapkan membawa Sulsel menjadi propinsi yang lebih baik di semua sektor kehidupan.
(Sawedi Muhammad/red GN)