Politisi senior DPD RI, AM Fatwa (AMF) bilang bahwa keputusan Polri menjadikan Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai TERSANGKA penodaan Pancasila dan pencemaran nama baik Presiden RI pertama, Bung Karno, berpotensi memicu reaksi besar dari ummat Islam. Karena keputusan itu dinilainya semakin memperkeruh suasana yang belakangan tidak kondusif. Selain itu di belakang pimpinan FPI itu ada “jutaan ummat” yang bisa memicu reaksi lebih besar jika kasus HRS itu dianggap sebagai suatu tindakan kriminalisasi dan pembunuhan karakter tokoh FPI itu.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada AMF, pendapat penulis berbeda dengan statemen beliau tersebut karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1). Proses hukum yang dilalui untuk sampai kepada keputusan tersangka terhadap HRS tersebut berlangsung secara transparan dan sesuai prosedur hukum yang bisa dipertanggungjawabkan oleh pihak Polda Jabar. Dengan demikian tidak ada alasan untuk bereaksi di luar jalur hukum bagi pihak-pihak yang berbeda pendapat atau tidak puas.
2). Pelaporan terhadap HRS dan proses hukum yang berjalan di Polda Jabar tidak bisa serta merta disebut sebagai suatu bagian dari kriminalisasi atau pembunuhan karakter. Jika ada pihak yang menganggap demikian, ada wahana hukum yang bisa digunakan yaitu praperadilan.
3). Ummat Islam Indonesia adalah warganegara yang pada umumnya taat hukum dan akan mematuhi proses hukum yang sudah disepakati. Sejauh yang penulis pahami, proses penyelidikan dan penyidikan terhadap HRS di Polda Jabar telah memenuhi syarat tersebut. Dengan demikian kecil kemungkinan ummat Islam akan bereaksi keras, apalagi marah.
Statemen AM Fatwa tersebut di atas adalah sebuah statemen pribadi seorang politisi yang bersimpati terhadap HRS dan/atau FPI dan itu wajar dan sah-sah saja. Namun ia tidak akan memiliki gaung yang berarti sehingga pihak penegak hukum tak usah terpengaruh.
Yang perlu dilakukan oleh aparat gakkum adalah bersikap waspada terhadap kemungkinan munculnya upaya-upaya mengganggu proses hukum yangg sedang berjalan baik melalui provokasi maupun aksi-aksi memaksakan kehendak.
Penulis setuju dengan himbauan AMF agar “kita rawat kebangsaan dengan menghentikan perpecahan dan saling berhadap-hadapan antar anak bangsa melalui penegakan hukum yang tegas dan adil.” Dan itulah yang, saya harapkan, sedang diupayakan oleh Polda Jabar saat ini. Saya yakin bahwa rakyat serta ummat Islam di negeri ini akan tetap memantau serta mengawasinya secara konsisten.
Penulis yakin ummat Islam Indonesia, baik yang mendukung HRS maupun yang tidak, semuanya memiliki komitmen kuat kepada penegakan hukum dan keadilan. Sehingga mereka pun akan menggunakan jalur hukum yang tersedia manakala diperlukan. Dan bukan menggunakan kemarahan apalagi kekerasan. Semoga!
*) Muhammad A S Hikam, pengajar di Universitas Presiden, Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Sesko TNI dan Universitas Pertahanan.